Kamis, 16 Maret 2017

Irfan Alkinzi

Irfan Hidayat

Irfan Hidayat


Teknologi Produksi Benih



Benih tanaman adalah tanaman atau bagiannya yang digunakan untuk memperbanyak atau mengembangbiakkan tanaman (UU RI No.12 Th 1992). Menurut Sadjad, benih tanaman adalah bakal biji yang dibuahi (struktural), yang digunakan untuk pertanaman (fungsional), sebagai sarana untuk mencapai produksi maksium (agronomis), sebagai wahana teknologi maju yang mampu melestarikan identitas genetik dengan mencapai derajat kemurnian genetik yang setinggi-tingginya (teknologi), dan sebagai produk artifisial yang sangat spesifik dan efisien. Pengertian benih diatas menunjuk pada benih dalam pengertian biji dan bukan biji, tetapi dalam banyak hal benih masih lebih difokuskan kepada konteks biji.

     Segenggam benih dari varietas unggul yang telah dihasilkan oleh pemuliaan tanaman, menjadi kurang berarti manakala tidak sampai ditangan petani untuk digunakan dalam kegiatan agronomis. Pekerjaan berat pemuliaan tanaman juga akan menjadi sia-sia manakalah benih yang sampai ditangah petani tidak memiliki mutu yang telah dihasilkan oleh pemulia.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9EdL1Qmc2zXfASoct9h-pdPq2avEtD4mO_06BvOOhYqZRLSv6rNTBbSDRrHdBuErYHMjWFwZ32yg-YrwywpY5Dh5mGq84KlL2JEacwCHmYQPtJPqLrS_Uw1J4WXmBNM2H116F1WB552M/s320/Screenshot_49.png

     Produksi benih merupakan salah satu kegiatan pokok dalam pengadaan benih, dan berperan sebagai kegiatan pokok yang paling awal dilakukan. Produk kegiatan produksi tersebut adalah "calon benih" yang merupakan bahan yang akan digunakan dalam rangkaian kegiatan-kegiatan pokok yang lain. Tingkat mutu dari calon benih yang dihasilkan dari kegiatan produksi, sangat menentukan terhadap tingkat mutu yang akan dihasilkan dalam pengadaan benih.

     Pentingnya produksi benih dalam program pengadaan benih, maka diperlukan teknik produksi yang baik dengan strategi produksi yang tepat. Teknik produksi yang baik akan diterjemahkan melalui berbagai kegiatan produksi benih yang secara umum akan masuk dalam prinsip-prinsip produksi benih. Strategi produksi benih yang tepat lebih diimplikasikan kepada tingkat pengelolaan produksi yang efesien dan efektif.

     Produksi benih pada dasarnya merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam memperbanyak segenggam benih dari varietas unggul menjadi benih dengan jumlah yang sesuai kebutuhan dan mutu yang sudah ditentukan.

Produksi benih dapat dikategorikan menjadi 3 macam, yaitu :
  1. Produksi benih dalam konteks produksi benih awal (initial seed production)
  2. Produksi benih dalam konteks pemeliharaan varietas (variety maintenance)
  3. Produksi benih dalam konteks produksi benih komersial (commercial seed production).
     Terdapat sedikit perbedaan dalam sasaran utama yang hendak dicapai dari masing-masing macam produksi benih di atas. Kemurnian genetik merupakan sasaran utama dalam initial seed production, mempertahankan genetik dari varietas yang ada merupakan sasaran utama dari pemeliharaan varietas, dan benih bermutu dengan jumlah yang cukup merupakan sasaran utama dalam commercial seed production. Produksi benih secara umum lebih diartikan sebagai produksi benih dalam konteks commercial seed production.

     Benih bermutu merupakan benih dari varietas unggul dengan mutu genetik, fisiologis dan mutu fisik yang tinggi sesuai dengan standar mutu pada kelasnya. Mutu genetik berkaitan dengan kemurnian dan keseragaman, mutu fisik berkaitan dengan keragaan, kebersihan dan kesehatan, serta mutu fisiologis berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan. Kelas benih bermutu di Indonesia ada 3 kelas, yakni :
  1. Benih Penjenis (Breeder seed)
  2. Benih Dasar (Foundation seed)
  3. Benih Pokok (Stock seed)
  4. Benih Sebar (Extension Seed)
     Terdapat dua pola dasar perbnayakan benih bermutu, yaitu alur generasi tunggal (one generation flow) dan alur generasi majemuk (poly generation flow).

     Berbagai kegiatan diperlukan dalam produksi benih untuk mencapai sasarannya. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikelompokkan menjadi
  • Kegiatan-kegiatan dalam memaksimalkan potensi hasil
  • Kegiatan-kegiatan dalam rangka mempertahankan standar mutu terutama mutu genetik.
Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam kelompok (1) sering disebut sebagai prinsip agronomis, sedangkan kelompok (2) disebut sebagai prinsip genetik dalam produksi benih
Prinsip Agronomis
  
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3hJbiA2bAepe50hGzfk41FzCV4B6B02SJDxOW_STt5DapAUxPNL3Y9sy_-vsyVWaHfP7_eMcHeQ1C_QIxpBbaxDDX8UTb8dm3nP8hfZZz2ykNdMn2AmvQtSKb1_99TTU0Bn2kB1zpfWg/s320/Screenshot_51.png

  Prinsip agronomis menunjukkan pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapang produksi untuk menghasilkan produksi tanaman yang maksimal sesuai potensinya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah :

1. Penentuan jenis tanaman/varietas dengan potensi hasil yang jelas

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigUwnKw8AbzX5UoLdKAeH4xAysRGYflXGnxx648KrJyL90WNjVFH5lNIt9BI2pqqnhibYv9z1V9W0e8Z5_PIM_woap6e8fzyrWx9xsx5le8xuo9Wonfc7BsIMln3F9P3wPt-6QmyenKPk/s320/Screenshot_52.png

     Langkah awal dalam kegiatan produksi benih adalah menetapkan jenis tanaman atau varietas yang akan diproduksi. Deskripsi karakteristik dari jenis tanaman yang akan diproduksi harus diketahui dengan baik, terutama potensi hasil yang telah ditetapkan oleh pemuliaan tanaman. Pengetahuan dan pemahaman terhadap deskripsi tanaman yang akan diproduksi menjadi sangat penting, terutama dalam menentukan langkah-langkah berikutnya dalam pengelolaan lapang produksi.

2. Penentuan agroklimat dan kondisi tanah yang sesuai.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgtXuwe_MTuau2OAgAE4xB8eOiSdPLMGRDADKLgCgmKJuvjcTMaVuSy_85ZXNmXKQJ_cKp75OBN5prfy1QVzknq2hNxOaB2ka1KOuoNQQAa0zW3F95-2AEOg35iJJIrRBNyq5I14YJ8MQY/s320/Screenshot_53.png
     Setiap jenis tanaman atau varietas memiliki wilayah sebaran geografis masing-masing untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Radiasi matahari, curah hujan, suhu dan unsur agroklimat lainnya menjadi faktor pembatas manakala tidak sesuai dengan kebutuhan dari tanaman yang akan diusahakan. Begitu pula dengan kondisi tanah secara fisik, biologis dan kimia akan menjadi kendala terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, jika tidak sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Unsur agroklimat yang terpenting adalah radiasi matahari untuk proses fotosintesis, sedangkan kondisi tanah yang terpenting adalah ketersediaan unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
   
     Indikator sederhana yang dapat digunakan untuk menentukan kesesuaian tanaman terhadap agroklimat dan kondisi tanah adalah dengan mencari daerah sentra produksi dari tanaman yang akan diproduksi. Daerah sentra produksi secara alami telah menunjukkan adaptasi tanaman terhadap wilayah tersebut dalam rentang waktu yang sangat lama. Kesesusaian agroklimat dan kondisi tanah terhadap tanaman yang akan diproduksi akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan yang optimum untuk menghasilkan produksi yang sesuai potensi yang dimiliki.
   
     Indikator objektif tentunya berdasarkan pada pengetahuan yang detail dan kuantitatif terhadap karakteristik dan perilaku tanaman, sehingga dapat ditentukan kondisi agroklimat dan tanah yang diperlukan.

3. Penentuan dan penyiapan lapang produksi

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgq5Nrw3pTlIUxbii7svw78LZkjoynSjo2CraUgmXJdrcNDyhm9qfO33JnotlGP30VVP8rczZEi1KE9CQP4aWJ1At0xKu8iTOomqHNxYFZigdBS7OJ82PfZY1MSZkJIPLgGsQTZ4LD9mk4/s320/Screenshot_54.png

     Berdasarkan kesesuaian agroklimat dan kondisi tanah terhadap kebutuhan tanaman yang akan diproduksi, maka dapat ditentukan lapang produksi yang akan digunakan untuk produksi benih. Kemudian tempat lapang produksi dalam jaringan transportasi sangat perlu diperhatikan dalam rangka efisiensi pengelolaan tanaman, hingga pengangkutan hasil panen. Hamparan lapang produksi juga perlu diperhatikan dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan, lapang produksi yang terfragmentasi menjadi lahan yang kecil-kecil akan menyebabkan efisiensi yang lebih rendah.

   
     Penyiapan lapang produksi merupakan kegiatan lanjutan setelah tempat lapang produksi ditentukan. Penyiapan lapang produksi dimaksudkan sebagai kegiatan yang bertujuan untuk menyiapkan media tanam yang baik sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal untuk menghasilkan produksi yang sesuai potensinya. Penyiapan lapang produksi mencakup berbagai kegiatan diantaranya : land clearing, pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, pemberian bahan organik, dan pembuatan saluran keluar masuknya air.
 
     Land clearing diperlukan terutama pada lapang produksi yang belum diolah dan masih banyak gulma dari kelompok herba dan semak atau rerumputan yang tinggi. Kegiatan Land Clearing sangat membantu dalam kemudahan dan peningkatan efisiensi kegiatan pengolahan tanah. Pengolahan tanah dimaksudkan untuk mempersiapkan media tanam yang baik, terutama melalui perbaikan sifat fisik tanah yang secara simultan akan berpengaruh terhadap sifat biologis dan kimia tanah.

    Pengolahan tanah dapat dilakukan minimal 2 kali, yaitu pembajakan dan penggaruan. Pembuatan lubang tanam diperlukan untuk tanaman-tanaman yang inderect planting, seperti tomat, cabe, dan terung. Pemberian bahan organik juga sangat diperlukan untuk meningkatkan kesuburan fisik dan biologis tanah. Pembuatan saluran keluar masuknya air juga dilakukan untuk menyiapkan system pengairan yang baik agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat berlangsung dengan optimal.

4. Penentuan tingkat populasi tanaman
     Penentuan populasi tanaman yang tepat sangat menentukan terhadap pemanfaatan hara dan radiasi matahari secara optimum. Informasi tingkat populasi tanaman yang baik telah banyak diketahui, terutama untuk tanaman padi, dan palawijaya serta sayuran penting. Untuk tanaman yang tidak berupa rumpun sebagaimana halnya padi, maka ada indikator sederhana untuk penentuan populasi tanaman. Populasi tanaman dikatakan baik jika populasi yang ditentukan menyebabkan pengaturan jarak tanam yang kanopi antar tanaman relatif tidak tumpang tindih.


     Populasi tanaman yang diaplikasikan dalam bentuk ukuran jarak tanam, dijadikan dasar untuk penghitungan kebutuhan benih yang diperlukan. Informasi daya tumbuh benih sangat diperlukan untuk memperhitungkan jumlah benih yang harus disiapkan selama pertanaman termasuk penyulaman yang akan dilakukan.

5. Penanaman mulai dari penentuan metode tanam (langsung atau tidak langsung), persemaian, pembibitan, hingga pelaksanaan tanam.
     Kegiatan penanaman mencakup metode tanam, penentuan waktu tanam hingga pelaksanaan tanam. Metode tanam dapat dibedakan antara tanaman yang direct planting dan indirect planting. Tanaman indirect planting akan memerlukan kegiatan lain seperti persemaian, pembibitan dan penyiapan luabgn tanam (kecuali padi). Informasi tentang tanaman direct dan indirect planting telah banyak dipublikasikan, tetapi secara umum tanaman akan ditanam secara indirect planting, jika ada beberapa alasan diantaranya :


  • Ukuran benihnya relatif kecil, sehingga agak sulit jika ditebar langsung
  • Fase bibit tanaman peka terhadap radiasi matahari langsung dan deraan cuaca seperti angin dan dingin
  • Proteksi tanaman pada fase bibit akan dilakukan secara lebih intensif
  • Waktu musim tanam dilapang produksi akan lebih panjang
  • Roguing akan dilakukan sejak fase bibit
6. Pemeliharaan Tanaman

     Pemeliharaan tanaman mencakup diantaranya : kegiatan pemupukan, pengairan, pengendalian hama penyakit dan gulma (proteksi tanaman), pemangkasan, pemberian lanjaran, pembumbunan dan pemberian para. Pemupukan mencakup pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik biasa diaplikasikan pada saat sebelum atau pada saat tanam. Pupuk anorganik mencakup unsur makro seperti N, P, K dan unsur mikro seperti Fe, Mn. Aplikasi pupuk dapat dilakukan melalui tanah terutama unsur makro, dan juga dapat diaplikasikan melalui daun/tajuk terutama untuk unsur mikro. Hal penting yang harus diperhatikan dalam pemupukan adalah unsur yang terkandung dalam pupuk harus tersedia untuk tanaman pada saat tanaman membutuhkan.

     Pengendalian hama penyakit dan gulma dapat dilakukan berbagai cara seperti : sanitasi, biologis, fisik dan kimia. Pengendalian kimia dengan menggunakan pestisida merupakan pengendalian yang paling populer. Ketepatan jenis pestisida, dan dosis serta konsentrasi pestisida yang digunakan merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam aplikasi pestisida.

     Pemeliharaan lain yang bisa dilakukan terutama terhadap palawija sayuran seperti pemangkasan pada tomat atau cabe, pemberian lanjaran pada kacang panjang, pembumbunan pada kacang tanah, dan pemberian para pada pare dan labu, dapat dilakukan untuk peningkatan efisiensi pemanfaatan radiasi matahari dan hara.

7. Pemanenan dan pengangkutan
     Kegiatan panen juga sangat menentukan terhadap tingkat produksi yang dihasilkan terutama dalam kehilangan hasil pada saat panen. Kegiatan pemanenan yang sangat memengaruhi tingkat produksi adalah penentuan saat panen dan cara panen.

     Saat panen yang tepat adalah pada saat tanaman menghasilkan jumlah benih yang maksimum. Cara panen dapat dilakukan secara manual dan juga maksimum. Cara panen dapat dilakukan secara manual dan juga dengan mesin panen. Cara manual biasanya memisahkan antar proses pemotongan dan perontokan terutama pada padi. Panen secara manual lebih baik hika produk yang akan dipanen agak dini, sehingga perontokan pada saat panen dapat dihindari. Pemanenan dengan mesin panen yang menggabungkan antara proses pemotongan dengan proses perontokan, maka panen agak dini kurang diperlukan.

     Pengangkutan juga berpengaruh terhadap jumlah loss panen, penggunaan wadah produk panen yang baik seperti karung yang kemudian diikat dengan baik akan menekan loss panen, apalagi jika dalam proses pengangkutan dilakukan secara hati-hati.

Prinsip Genetik

     Prinsip geneti menunjukkan pada berbagai kegiatan dalam rangka pengelolaan lapang produksi untuk menghasilkan produk benih yang memiliki standar mutu yang tinggi, terutama kemurnian mutu genetik sesuai dengan keunggulan varietasnya pada saat dilepas oleh pemulia tanaman.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfDKVtXXnNT-mC0vu46ViNZKvmEW9HcuhdFJy2ae4JwdaK873nbRl6aWXSB6qbeZfNsAMAC29VJg7wykFczU6Yn-7DyWiV2h8ymKXPVQYrk38Y3zm8CERhfPUoT-RgRDGvyUbKG5MJ_gw/s320/Screenshot_55.png
1. Penentuan wilayah adaptasi

     Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat tergantung pada interaksi antara faktor genotipe tanaman dengan faktor lingkungan tempat tanaman dibudidayakan. Genotipe tanaman akan mengekspresikan karakter-karakternya ke dalam karakter-karakter fenotipe secara baik, jika faktor lingkungan mendukungnya. Pengaruh faktor lingkungan ini akan lebih besar lagi terhadap pemunculan karakter-karakter kuantitatif seperti tingkat produksi karena didasarkan pada poligenetik.

     Wilayah adaptasi tanaman dimaksudkan sebagai lokasi denga lingkungan yang sudah sesuai terhadap genotipe suatu tanaman untuk mengeksperikan karakter-karakternya. Variasi genetik yang tidak menguntungkan akibat pengaruh faktor lingkugan dapat diminimumkan dengan kondisi lingkungan yang sudah sesuai (adapted).

     Kegiatan produksi benih suatu tanaman yang dilakukan pada wilayah adaptasinya merupakan langkah awal untuk menghasilkan produk dengan genotipe yang masih bisa dikategorikan tidak berubah. Penentuan wilayah adaptasi dapat dilakukan dengan mengetahui deskripsi objektif yang detail dari karakter-karakter tanaman yang akan dibudidayakan. Pengetahuan tentang daerah-daerah sentra produksi tanaman tertentu, merupakan langkah sederhana dalam menentukan wilayah adaptasi suatu tanaman, sebelum melakukan kegiatan produksi benih selanjutnya.

2. Penentuan benih sumber yang akan digunakan

     Benih sumber yang akan digunakan dalam kegiatan produksi benih harus dikaitkan dengan :

  1. Pola perbanyakan yang digunakan
  2. Kelas benih dari benih yang akan dihasilkan
  3. Mutu benih sumber
     Pola perbanyakan alur tunggal mengharuskan benih sumber yang lebih tinggi kelasnya dibanding benih yang akan dihasilkan. Sedangkan pola perbanyakan alur majemuk, masih memungkinkan benih sumber sama dengan kelas benih yang akan dihasilkan. Mutu benih sumber harus jelas dan kuantitatif yang diwujudkan dalam bentuk benih bersertifikat.

3. Penentuan lahan yang tepat

     Kontrol terhadap kemurnian genetik dapat dilakukan dengan mengontrol sejarah lahan yang akan digunakan. Kontrol terhadap sejarah lahan dimaksudkan untuk mencegah terjadinya :
  1. Voluntir sehingga terjadi pencampuran dan persilangan yang tidak diinginkan
  2. Kontaminasi penyakit yang berbahaya akibat kesamaan karakter tanaman sebelumnya dengan tanaman yang dibudidayakan
     Sehingga secara umum tidak diperkenankan melakukan kegiatan produksi benih tanaman tertentu pada lahan yang sebelumnya ditanami tanaman yang memiliki karakter-karakter yang mirip apalagi sama. Misalnya tidak diperkenankan menanam kedelai varietas Wilis pada tanaman bekas tanaman kedelai varietas Lokon, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan. Produksi benih terong tidak dapat dilakukan pada lahan bekas tanaman tomat, kecuali diberakan terlebih dahulu minimal 3 bulan.

     Kontrol terhadap lahan juga bisa dilakukan berkaitan dengan bentuk geometris lahan. Kegiatan produksi benih sebaiknya dilakukan pada hamparan lahan yang berbentuk bujur sangkar. Pada luasan yang sama, maka bentuk lahan bujur sangkar akan lebih menekan jumlah tanaman pinggir yang tekontaminasi dari tanaman disekitarnya. Misalkan areal produksi benih seluas 1ha, ada yang berbentuk persegi panjang 50 m x 200 m dan yang berbentuk bujur sangkar 100 m x 100 m. Jika diasumsikan bahwa terjadi kontaminasi pada tanaman pinggir selebar 1 meter maka jumlah kontaminan pada :
Petakan 50 m x 200 m seluas 400 + 96 = 496 m persegi
Petakan 100 m x 100 m seluas 200 + 196 = 396 m persegi.

4. Penetapan isolasi

     Kegiatan isolasi dimaksudkan sebagai usaha agar pada tanaman yang dibudidayakan tidak terjadi persilangan yang tidak diinginkan, sehingga tidak terjadi kontaminasi. Persilangan akan terjadi pada saat putik siap untuk diserbuki dan putik berada pada wilayah jangkauan serbuk sari. Putik dan serbuk sari yang siap melakukan penyerbukan terjadi pada fase tanaman berbunga.

Persilangan yang tidak diinginkan dapat dicegah dengan cara :
  1. Menghindari terjadinya masa fase berbunga dari tanaman yang dibudidayakan, berbarengan dengan masa fase berbunga tanaman sejenis yang ditanam disekitar lahan produksi benih tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan mengatur waktu tanam sedemikian rupa sehingga masa fase berbunganya tidak berbarengan. Kegiatan ini disebut dengan isolasi waktu.
  2. Melakukan usaha agar tanaman yang dibudidayakan pada fase berbunganya, tidak termasuk dalam wilayah jangkauan serbur sari tanaman sejenis yang ditanam disekitarnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan jarak yang cukup dari tanaman sejenis disekitarnya. Jarak ini dapat dipersempit dengan memberikan barier yang berupa tanaman atau bangunan. Barier ini berfungsi untuk mencegah daya jelajah serbuk sari tanaman sejenis disekitarnya. Seringkali Barier berupa tanaman yang digunakan pula sebagai pupuk hijau. Usaha diatas disebut dengan kegiatan isolasi jarak.
     Sehingga, isolasi dilakukan apabila akan ada peluang terjadinya persilangan yang tidak dikehendaki, untuk tetap mempertahankan kemurnian genetik benih yang akan dihasilkan.

5. Kontrol kebersihan alat-alat yang akan digunakan

     Kontrol terhadap kemurnian dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya persilangan yang tidak dikehendaki. Hal ini juga dapat dilakukan dengan mencegah terjadinya pencampuran secara fisik dengan benih/biji tanaman yang tidak dikehendaki. Alat-alat yang perlu dikontrol kebersihannya terutama jika dalam budidayanya mempergunakan alat-alat non konvensional dan digunakan untuk berbagai varietas atau tanaman sejenis. Alat tanam harus bersih dari sisa-sisa benih tanaman lain, terutama yang sejenis. Alat panen juga dibersihkan, sehingga terhindar dari campuran fisik dengan benih tanaman lain, begitu pula dengan kantong-kantong dan wadah hasil panen  juga dibersihkan.

6. Kegiatan Roguing

     Roguing merupakan salah satu kegiatan khas dalam produksi benih, sebagaimana seleksi sebagai kegiatan khas dalam kegiatan pemuliaan dan penyiangan dalam kegiatan agronomis. Roguing dimaksudkan sebagai kegiatan untuk membuang tanaman-tanaman yang sangat memungkinkan menjadi sumber kontaminan melalui penyerbukan yang tidak dikehendaki dan atau pencampuran fisik karena kemiripannya. Tanaman tersebut dapat berupa voluntir, camuran varietas lain, dan tipe simpang (off type). Tanaman yang terkena penyakit terbawa benih (seed borne), juga dibuang dalam kegiatan roguing.

     Voluntir adalah tanaman sisa musim tanam sebelumnya, sehingga kontrol terhadap sejarah lahan sangat diperlukan untuk menekan kehadiran voluntir ini. Jumlah dari voluntir ini biasanya sangat sedikit, demikian pula campuran varietas lain (CVL). Sumber kontaminan penting yang sering ditemukan adalah tipe simpang, yaitu tanaman yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan karakteristik tanaman yang dibudidayakan, tetapi secara keseluruhan belum menghantarkan tanaman tersebut sebagai varietas lain.

     Tipe simpang bisa terjadi akibat beberapa hal, diantaranya :
  1. Adanya gen resesif heterozigot pada saat pelepasan varietas
  2. Terjadinya mutasi
  3. Tanaman memiliki keragaman morfologis yang luas
  4. Benih yang digunakan berasal dari hasil persilangan.
     Penguasaan terhadap karakteristik tanaman yang dibudidayakan (deskripsi varietas) sangat diperlukan untuk mengenali tipe simpang yang ada.

     Pelaksanaan roguin dapat dilakukan beberapa kali, terutama pada fase-fase tanaman yang sangat berpeluang untuk mengekspersikan karakter-karakter khas varietas yang dimilikinya, fase bibit jika memungkinkan adalah salah satu fase yang dapat dilakukan roguing, karena karakter warna hipokotil muncul pada fase tersebut.

     Kegiatan roguing biasa dilakukan pada fase vegetatif, berbunga dan berbuah. Karakter-karakter vegetatif seperti warna bulu daun, bentuk daun menjadi karakter yang bisa dijadikan dasar dalam penentuan tipe simpang. Karakter warna bunga merupakan karakter penentu varietas yang sering digunakan sebagai dasar dalam roguin. Bentuk buah juga merupakan karakter penting, jika roguing dilakukan pada fase berbuah. Jika roguing dilakukan pada saat fase berbuah, maka pembuangan tanaman, tidak hanya pada tipe simpang atau CVL, tetapi juga tanaman lain disekitar tipe simpang/CVL yang diduga telah terjadi persilangan yang tida dikehendaki dengan tipe simpang/CVL yang dibuang.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan roguing adalah :
  1. Tanaman hendaknya ditanam sedemikian rupa, sehingga masing-masing taaman dapat terlihat jelas pada saat roguing.
  2. Berjalan secara sistematik melalui pertanaman yang ada sehingga semua tanaman dapat diamati.
  3. Seluruh bagian tanaman yang termasuk rogue dicabut dan dibuang
  4. Pelaksanaan roguing sedapat mungkin dilakukan dengan membelakangi matahari dan kondisi tanaman sudah tidak ada embun.
7. Pemanenan

     Penentuan waktu panen yang tepat sangat berpengaruh terhadap mutu benih yang dihasilkan, terutama yang berkaitan dengan mutu fisiologis benih. Benih akan memiliki tingkat vigor yang maksimum pada saat masak fisiologis. Kendala yang dihadapi pada saat masak fisiologis adalah tingkat kadar air benih yang masih tinggi. Solusinya adalah pemanenan dilakukan beberapa waktu setelah masak fisiologis dengan harapan kadar air benih sudah cukup aman dari kerusakan mekanik akibat pemanenan. Penundaan waktu panen mengandung resiko terkait deraan cuaca lapang. Kondisi agrokimat yang tidak menguntungkan pada saat penundaan panen, maka akan terjadi deraan cuaca lapang yang akan mengakibatkan penurunan mutu benih secara drastis.

     Penentuan masak fisiologis benih dapat berdasarkan deskripsi tanaman ataupu karakter morfologis yang praktis dilapangan. Karakter morfologis tanaman yang dapat digunakan, seperti adanya black layer pada jagung (kecuali pada jagung manis), lepasnya funikulus pada kelompok tanaman legum, meratanya warna merah pada tomat, dan sebagainya. Penetapan masak fisiologis benih yang lebih akurat dapat dilakukan dengan pengujian terhadap perubahan fisiologis, dimana pada saat masak fisiologis benih memiliki tingkat vigor yang maksimum.